Senin, 13 Juni 2016

Applied Linguistics ( Linguistik Terapan )

Hellooo guys..... How are you???
Kali ini aku akan post tentang applied linguistik atau linguistik terapan. Banyak sekali bidang-bidang  linguistik terapan sesuai dengan kebutuhan. Ok sebelum saya menjelaskan apa itu linguistik terapan, saya jelaskan dulu apa itu linguistik.

A. Pengertian Linguistik Terapan 
     Kata terapan/menerapkan, berpadanan dengan to apply, yang artinya Memakai atau Menggunakan bisa juga dimaknai menginjak, mempergunakan, dan mengerahkan. Makna kata Applied = put to practical use. Dari kata applied lahir gabungan kata applied linguistic yang sepadan dengan linguistic terapan.
Linguistik terapan adalah terapan ilmu bahasa dalam bidang praktis. Ilmu ini dapat dipandang sebagai disiplin baru yang dapat berkembang dan diakui keberadaannya. Penulis menganggap bahwa linguistik terapan sudah merupakan suatu disiplin ilmu yang memenuhi berbagai fungsi bahasa dan memiliki dasar ilmu yang saling berkaitan, serta terbuka, sehingga dapat dikatakan bahwa leksikografi, penerjemahan, patologi, dan terapi wicara adalah bagian dari Linguistik terapan. Khusus dalam bidangpengajaran bahasa penulis menyarankan bahwa seorang guru hendaknya dibekali dengan bekal ilmu yang cukup, mencakup ilmu bahasa itu sendiri dan kemampuannya mengajarkan bahasa. Linguistik terapan menjembatani antara ahli bahasa, peneliti bahasa, dan pelaksana di lapangan, yaitu guru bahasa.
Linguistik terapan juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan dapat juga dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-peroalan praktis yang banyak sangkut pautnya dengan bahasa. Jadi, linguistik hanya dipakai sebagai alat. Misalnya, dalam pengajaran bahasa, linguistik dapat di manfaatkan untuk mengajarkan bahasa agar perolehan anak akan lebih meningkat.
Adapun objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai (1) sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; (2) bahasa keseharian manusia, (3) bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.
 B. Sejarah Singkat Applied Linguistics
     Linguistik terapan telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dahulu, linguistik terapan memperhatikan prinsip serta praktek terhadap dasar-dasar linguistik. Pada tahun 1960, cakupan linguistik terapan diperluas dalam hal penilaian bahasa, kebijakan bahasa, dan penguasaan bahasa kedua. Linguistik terapan terus mengalami perkembangan bahkan perubahan. Pada sekitar tahun 1990, linguistik semakin meluas cakupannya, meliputi studi kritis dan multilingualisme.
 C. Bidang-bidang Linguistik Terapan 
Linguistik Terapan (appllied linguistics) mencakup bidang: pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikologi, fonetik terapan, sosiolinguistik terapan, pembinaan bahasa internasional, pembinaan bahasa khusus, linguistik medis, mekanolinguistik. Penjelasanya sebagi berikut:
1.     Pengajaran bahasa, mencakup metode-metode pengejaran bahasa, ucapan bunyi-bunyi dengan pelajaran bahasa, strategi, model, dan cara-cara pengajaran bahasa.
2.     Penerjemahan, mencakup metode dan teknik pengalihan amanat dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
3.     Leksikologi, mencakup metode dan teknik penyusunan kamus.
4.     Fonetik terapan, mencakup metode dan teknik pengucapan bunyi-bunyi dengan tepat, misalnya untuk melatih orang yang gagap, untuk melatih pemain drama dan sebagainya.
5.     Sosiolinguistik terapan, mencakup pemanfaatan wawasan sosiolinguistik untuk keperluan praktis, seperti perencanaan bahasa, pembinaan bahasa, pemberantasan buta aksara, dan sebagainya.
6.     Pembinaan bahasa internasional, mencakup usaha untuk menciptakan komunikasi dan saling pengertian internasional dengan menyusun bahasa buatan.
7.     Pembinaan bahasa khusus, mencakup penyusunan istilah dan daya bahasa dalam bidang-bidang, antara lain dalam militer, dalam dunia penerbangan, dalam dunia pelayaran.
8.     Linguistik medis, mambantu bidang patalogi dalam hal penyembuhan cacat.
9.     Mekanolinguistik, mencakup penggunaan linguistik dalam bidang komputer dan usaha untuk membuat mesin penerjemah, usaha pemanfaatan komputer dalam penyelidikan bahasa.
Kajian linguistik terapan merupakan salah satu bagian dari kajian linguistik interdisipliner. Kajian interdisipliner tersebut antara lain sebagai berikut:
1.     Filsafat bahasa, adalah kajian yang mengupas kodrat kedudukan bahasa manusia dalam hubungannya dengan filsafat dan peranan melahirkan pemikiran filsafat.
2.     Psikolinguistik, adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dan prilaku serta akal budi manusia atau ilmi interdisipliner linguistik dengan psikologi.
3.     Etnolinguistik, adalah cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan. Bidang ini disebut juga linguistik antropologi.
4.     Fonetik, adalah bagian dalam ilmu linguistik yang mempelajari tentang bunyi yang diproduksi oleh manusia.
5.     Stilistika, adalah salah satu bagian dalam ilmu linguistik yang mempelajari tentang gaya bahasa.
6.     Sosiolinguistik, adalah salah satu bagian dalam linguistik yang membahas tentang hubungan antara bahasa dengan masyarakat pemakainya.
7.     Semiotika, adalah bagian dalam ilmu linguistik yang membahas tentang produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi.
8.     Epigrafi, adalah salahsatu bagian dalam ilmu linguistik yang berusaha meneliti benda-benda tertulis yang berasal dari masa lampau. Salah satu contohnya adalah prasasti.
9.     Filologi, adalah bagian dalam ilmu linguistik yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno.

     Well, selanjutnya saya akan menjelaskan bidang yang menarik buat saya, yaitu sosiolinguistik. Di sosiolonguistik ini mempelajari bahasa di dalam masyarakat, seperti penggunaan bahasa daerah, bahasa gaul yang digunakan anak-anak sekarang bahkan sampai bahasa-bahasa alay yang tren di kalangan mereka. Banyak lagi variasi bahasa yang digunakan masyarakat dalam sebuah komunikasi alami.
    Variasi dalam kajian ini merupakan masalah pokok yang dipengaruhi atau mempengaruhi perbedaan aspek sosiokultural dalam masyarakat. Kelahiran Sosiolinguistik merupakan buah dari perdebatan panjang dan melelahkan dari berbagai generasi dan aliran. 
Sosiolinguistik Terapan
 Definisi Sosiolinguistik
       Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia didalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada didalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan memperlajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah sosial dalam satu masyarakat, akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam tempatnya masing-masing didalam masyarakat.
Sedangkan lingustik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajian. Dengan demikian, secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu didalam masyarakat.
De Saussure (1916) pada awal abad ke-20 ini telah menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan, yang sama dengan lembaga kemasyarakatan lain, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya. Kemudian pada pertengahan abad ini para pakar, di bidang bahasa merasa perlu adanya perhatian yang lebih terhadap dimensi kemasyarakatan bahasa. Karena ternyata dimensi kemasyarakatan bukan hanya memberi “makna” kepada bahasa, tetepi juga menyebabkan terjadinya ragam-ragam bahasa. Lalu, dilihat dari sudut lain, ragam-ragam bahasa ini bukan hanya dapat menunjukan adanya perbedaan sosial dalam masyarakat, tetapi juga memberikan indeksi mengenai situasi berbahasa, dan mencerminkan tujuannya, topik, kaidah, dan modus-modus penggunaan bahasa.
Pakar lain, Carlles Morris, dalam bukunya Sign, Language and Behaviour 1946 (membicarakan bahasa sebagai sistem lambang, membedakan adanya tiga macam kajian bahasa berkenaan dengan fokus perhatian yang diberikan. Jika perhatian difokuskan pada hubungan antara lambang dengan maknanya disebut semantik, jika fokus perhatian diarahkan pada hubungan lambang disebut sintaktik, dan kalau fokus perhatian diarahkan pada hubungan antara  lambang dengan para menuturnya disebut pragmatik.
Sebagai objek dalam sosiolinguistik bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi didalam masyarakat manusia. Beberapa rumusan mengenai sosiolingistik dari beberapa pakar sebagai berikut :
1.       Sosiolingistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara para bangsawan dengan cirri fungsi variasi bahasa itu dalam satu suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1978:84)
2.       Pengkajian bahasa dan dimensi kemasyarakatan disebut sosiolingistik (Nababan 1984:2)
3.       Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur (J.A. Fishman 1972:4)
Kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif, sedangkan kajian sosiologi bahasa bersifat kuantitatif. Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakain bahasa atau dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraan. Sedangkan sosiologi bahasa lebih berhubungan dengan faktor-faktor sosial, yang saling bertimbal balik dengan bahasa atau dialeg. Sebagai tambahan, istilah sosiolonguistik itu sendiri baru muncul pada tahun 1992 dalam karya Haver C. Currie yang menyarankan perlu adanya penelitian mengenai hubungan antara perilaku ujaran dengan status social (Dittmar 1976;127).
Dari pengantar ilmu sosiolinguistik tersebut, beberapa ahli berpendapat tentang studi hal tersebut. Diantaranya:
1. Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
2. Sumarsono (2007:2) mendefinisikan Sosiolinguistik sebagai linguistik institusional yang berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu. Maksud dari penjelasan tersebut pada dasarnya menyatakan.
3. Rafiek (2005:1) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai studi bahasa dalam pelaksanaannya itu bermaksud/bertujuan untuk mempelajari bagaimana konvensi-konvensi tcntang relasi penggunaan bahasa untuk aspek-aspek lain tcntang perilaku social.
Cakupan Sosiolinguistik
     berdasarkan penjelasan diatas. Sosiolinguistik dalam melakukan kajiannya, kadang tidak bisa terlepas dari ilmu-ilmu lainnya. Sosiolinguistik dalam melakukan pengkajiannya bisa melakukan kerjasama dengan berbagai bidang kajian lain seperti dialektologi, retorika, sosiolinguistik makro dan mikro.
Hubungan sosiolinguistik dengan ilmu lainya dapat digambarkan sebagai berikut, :
1.     dialektologi dan sosiolinguistik. Dialektologi adalah kajian tentang dialek yang lebih memperhatikan fokus dan cognates daripada kebiasaan verbal yang menggunakan pendekatan diakronis. Di sisi lain, sosiolinguistik memiliki kecenderungan untuk mengadopsi pendekatan sinkronis, yang menghubungkan bentuk pilihan penutur bahasa dengan kriteria ekstralinguistik, serta memperhatikan kelompok sosial dan variabel bahasa yang digunakan;
2.     retorika dan sosiolinguistik. Retorika bertujuan untuk menentukan metode persuasi yang paling baik untuk kemudian bertugas menjelaskannya. Di pihak lain, sosiolinguistik adalah deskripsi dan tujuan yang memuat keahlian-keahlian berbahasa. Perbedaan lainnya adalah, retorika berfokus pada fungsi persuasif bahasa, sementara sosiolinguistik berfokus pada kajian teks dan lisan yang berhubungan dengan topik apa saja dan memuat tujuan apapun;
3.     sosiolinguistik mikro dan makro. Pendekatan sosiolinguistik mikro menekankan pada individu dalam interaksinya dalam kelompok kecil dan informal, sedangkan pendekatan sosiolinguistik makro menekankan pada level interaksi antar kelompok yang lebih besar. Sosiolinguistik mikro memperhitungkan karakteristik individu yang membedakannya dengan individu lain, sebaliknya sosiolingustik makro memperhitungkan distribusi perbedaan bahasa dalam masyarakat dan hubungannya dengan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan etnik penutur yang diteliti.

Masalah-Masalah Sosiolinguistik
     Kalau dilihat motivasi awal perkembangannya, sosiolinguistik berusaha untuk menunjukkan adanya kovarian linguistik yang sistematis dan struktur sosial, bahkan barangkali juga menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara keduanya. Sosiolinguistik adalah salah satu ilmu yang kan menjawab tentang masalah-masalah yang topiknya bisa dirumuskan sebagai berikut :
Pertama, Bahasa, Dialek dan Ragam Bahasa. Setiap penutur bahasa akan selalu berbahasa dengan satu aksen. Dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa seorang penutur memilki aksen, sedangkan penutur lain tidak memilki aksen. Aksen dibatasi pada deskripsi aspek-aspek ucapan yang dapat menunujukkan dari mana penutur bahsa berasal, baik secara regional ataupun sosial. (Chaika, 1982:132). Aksen berbeda dengan dialek Dialek mengacu ke semua perbedaan antara variasi bahasa yang satu dengan yang lain mencakup penggunaan tata bahasa, kosakata, maupun aspek-aspek ucapan. Dialog juga dapat dibedakan menurut wilayah (dialek regional), menurut faktor-faktor kemasyarakatan (dilek sosial) dan waktu pemakaian dialek (dialek temporal). (Cahyono, 1995:387)
Kedua, Masyarakat Bahasa. Yang dimaksud dengan masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang yang sama (Chaer, 1994:60). Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada merasa menggunakan bahasa yang sama, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas atau menjadi sempit. Masyarakat bahasa bisa melewati batas propinsi, batas Negara bahkan juga batas benua.
Ketiga, Bilingualisme dan Multilingualisme. Kedwibahasaan (bilingualism) mengacu ke pemakaian bahasa lebih dari satu bahasa oleh seseorang, kelompok atau negara. Di dalam konsep kedwibahassan itu tercakup konsep kemultibahasaan (multilingualism) dalam scala kecil (micro-level) yang menyangkut individu atau kelompok kecil, dan dalam skala besar (macro-level) yang menyangkut masyarakat atau negara. Dalam kedwibahsaan berskala kecil terdapat seseorang yang menguasai dua bahasa (bilingual) atau lebih dari dua bahasa (multilingual). Dalam kedwibahasaan berskala besar terdapat masyarakat atau negara yang memakai satu bahasa atau monoglosia (monoglossic), dua bahasa (diglossic), dan lebih dari dua bahasa atau poliglosia (polyglossic),
Keempat, Penggunaan Bahasa (Etnografi Bahasa). Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita harus menggunakan bahasa itu dalam masyarakat. Seorang pakar sosiolinguistik yang bernama Hmes mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapn unsure yang diakronimkan menjadi SPEAKING. (Chaer, 1994: 63). Kedelapan hal tersebut adalah: (1) Setting and Scene ( berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan), (2) Participants (orang yang terlibat dalam percakapan), (3) Ends (maksud dan hasil percakapan), (4) Act Sequences (bentuk dan isi percakapan), (5) Key (Cara dan semangat dalam melakukan percakapan), (6) Instrumentalities (Jalur percakapan), (7) Norms (norma prilaku peserta percakapan), dan (8) Genres (ragam bahsa yang digunakan).
Kelima, Perencanaan Bahasa. Pembakuan bahasa merupakan salah satu bentuk kerangka perencanaan bahasa yang bisa dilakukan oleh badan pemerintah yang resmi atau organisasi swasta. Bahasa baku adalah variasi bahasa yang menjadi dasar penulisan media masa dan buku-buku dan merupakan variasi bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah. Bahasa baku memiliki 4 (empat) fungsi, yaitu: 1) fungsi pemersatu, 2) fungsi kekhasan, 3) fungsi pembawa kewibawaan, dan 4) fungsi sebagai kerangka acuan (Bambang, 1994:386)
Keenam, Bahasa dan Kebudayaan. Salah satu pertanyaan kebahasaan yang menarik dan mengundang perhatian ahli bahasa adalah: ”Apakah terdapat hubungan anatara kemampuan penalaran suatu suku bangsa dengan bahasa asli yang dimiliki?”. Dengan kata lain, ”Apakah seorang penutur bahasa dari suku bangsa yang memiliki bahasatertentu memandang dunia yang sama secara berbeda dengan penutur bahasa dari suku bangsa yang lain?”.
 Kegunaan Sosiolinguistik
Kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis sangat banyak, sebab bahasa sebagai alat komunikasi verbal manusia, tentunya mempunyai aturan-aturan tertentu. Dalam penggunaannya sosiolinguistik memberikan pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa. Pertama-tama pengetahuan sosiolinguistik dapat kita manfaatkan dalam berkomunikasi atau berinterakasi.
Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukan bahasa, ragam bahasa, atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika berbicara dengan orang tertentu.
Sosiolinguistik juga akan menunujukan bagaimana kita harus berbicara bila kita berada didalam mesjid, diruang perpustakaan, dan ditaman. 

Ruang Lingkup Sosiolinguistik
          Mengenai ruang lingkup sosiolinguistik, dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut.
1.      Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya system tegur sapa.
2.      Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.
Sosiolinguitik meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Cakupan sosiolinguistik akan semakin jelas jika kita lihat paparan yang membandigkan sosiolinguistik dengan dengan bidang studi lain yang terkait sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
a.       Sosiolinguistik dengan Sosiologi
Sosiologi mempelajari anatara lain struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan antar anggota masyarakat, tingkah laku masyarakat. Secara konkret, sosiologi mempelajari kelompok-kelompok dalam masyarakat. Di dalam masyarakat ada semacam lapisan, seperti lapisan penguasa dan lapisan rakyat jelata, atau kasta-kasta yang berjenjang juga dipelajari sosiologi. Sampai tahap tertentu sosiologi memang menyentuh bahasa. Objek utama sosiologi  bukan bahasa, melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendeskripsikan masyarakat dan tingkah laku. Dan objek utama sosiolinguistik adalah variasi bahasa, bukan masyarakat.
b.      Sosiolinguistik dengan Linguistik Umum
Linguistik umum (general linguistics) seringkali disebut linguistik saja, mencakup fonologi, morfologi, dan sintaksis. Linguistik disini hanya berbicara tentang struktur bahasa, mencakup bidang struktur bunyi, struktur morfologi, struktur kalimat dan struktur wacana. Linguistik menitik beratkan pembicaraan pada bunyi-bunyi bahasa, karena atas dasar anggapan, bahasa itu berupa bunyi-bunyi yang berstruktur dan bersistem. Linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap bahasa. Artinya, bahasa dianggap satu sistem yang tunggal, 1. Linguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem tertutup suatu sistem yang berdiri sendiri terlepas dari kaitannya dengan struktur masyarakat. 2. Sosiolinguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem tetapi yang berkaitan dengan struktur masyarakat, bahasa dilihat sebagai sistem yang tidak terlepas dari ciri-ciri penutur dan dari nilai-nilai sosiobudaya yang dipatuhi oleh penutur itu, jadi bahasa dilihat sebagai sistem yang terbuka. Sosiolinguistik menitik beratkan fungsi bahasa dalam penggunaan, makna bahasa secara sosial.
c.       Sosiolinguistik dengan Dialektologi
Dialektologi adalah kajian tentang variasi bahasa. Dialektologi mempelajari berbagai dialek dalam suatu bahasa yang tersebar diberbagai wilayah. Tujuan untuk mencari hubungan kekeluargaan diantara berbagai dialek-dialek itu juga menentukan sejarah perubahan bunyi atau bentuk kata, berikut maknanya, dari masa ke masa dan dari saru tempat ke tempat lain. Titik berat kajian terletak pada kata. Setelah ditemukan sejumlah kata yang mempunyai berbagai bentuk atau lafal pada sejumlah dialek diberbagi tempat, dialektologi membuat semacam peta, yakni peta dialek. Peta itu tertera garis-garis yang menghubungkan tempat satu ketempat yang lain.
d.      Sosiolinguistik dengan Retorika
Retorika sebagai kajian tentang tutur terpilih. Salah satu cabangnya adalah kajian tentang gaya bahasa. Seseorang yang akan bertutur memepunyai kesempatan untuk menggunakan berbagai variasi dan untuk itu bahasa menyediakan bahan-bahannya. Retorika mempunyai kesejajaran dengan sosiolinguistik, yaitu variasi bahasa sebagai objek studi keduanya. Tetapi tidak seperti retorika. Sosiolonguistik tidak hanya memperhatikan bentuk-bentuk bahasa yang terpilih saja. Sosiolinguistik mempelajari semua variasi yang ada, kemudian dikaitkan dengan dasar atau faktor yang memunculkan variasi itu. Retorika cenderung kearah kajian tutur individu.
e.   Sosiolinguistik dengan Psikologi Sosial
Sosiologi sosial merupakan paduan antara kajian sosiologi dengan psikologi, tetapi merupakan bagian dari kajian psikologi. Psikologi mengurusi masalah mental individu, seperti inteligensi, minat, sikap, kepribadian, dan semacamnya. Sosiolinguistik berkaitan dengan bahasa masyarakat, hubungan antara sosiolinguistik dengan psikologi sosial tentu ada. Pendekatan psikologi sosial dipakai di dalam menganalisis.
f.       Sosiolinguistik dengan Antropologi
Antropologi adalah kajian tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas. Kebudayaan dalam arti luas seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial, religi, teknologi, bahasa. Bagi antropologi bahasa dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang berdasarkan etnik.
g.      Sosiolinguistik Makro dengan Sosiolinguistik Mikro
sosiolinguistik makro adalah ruang lingkup sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah prilaku bahasa dan struktur sosial. Kajian intinya adalah komunikasi antar kelompok, barangkali didalam konteks satu kelompok masyarakat, misalnya tentang penggunaan bahasa ibu dengan bahasa local oleh kelompok-kelompok linguistic minoritas. Sedangkan sosiolinguistik mikro adalah ruang lingkup sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil. Titik pusat pengkajian mikro sosiolinguistik adalah tingkah ujar (speech act) (Sharle,1965) yang terjadi didalam kelompok-kelompok primair menurut sosiolog, dan tingkah ujar itu dimodifikasi oleh variable-variabel seperti status keakraban (intimasi), pertalian keluarga, sikap dan tujuan antar tiap anggota kelompok. Kebanyakan variable linguistik digolongkan kedalam kelompok yang umunya disebut register (Crystal dan Davi, 1969) dan bukan dalam kelompok dialek, yaitu variable yang diakibatkan oleh penggunaan bahasa oleh individu dalam variable tertentuyang diamati,dan bukan pula variasi yang diakobatkan oleh karakteristik yang relative permenen pada diri si pemakai bahasa seperti umur, kelas sosioal, pendidikan dan seterusnya.

Kedua istilah ini, makro dan mikro mengaju pada luas dan sempit cakupan. Jika sosiolinhuistik membicarakan masalah-masalah “besar dan luas”, ia masuk sosiolinguistik makro. Sebaliknya, jika yang dibicarakan masalah-masalah “kecil dan sempit ” ia masuk sosiolinguistik mikro.

Sosiolinguistik mikro menurut Roger Bell (1976), lebih menekankan perhatian pada interaksi bahasa antar penutur didalam suatu kelompok guyuk tutur (intragrupinteraction), sedangkan sosiologi makro menitik beratkan perhatian kepada interaksi antar penutur dalam kontek antar kelompok (intragrupinteraction).

banyak sekali pakar yang dalam sosiolinguistik, dibawah ini saya akan sebutkan satu pakar bahasa dalam  bidang sosiolingustik:
1.      Yayah BM Lumintaintang
Bahasa tak sekadar alat berkomunikasi tapi juga berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakat. Ilmu yang lebih dikenal dengan istilah sosiolingustik itulah yang ditekuni Yayah Bachria Mugnisjah Lumintaintang atau yang lebih dikenal dengan nama Yayah BM Lumintaintang ini.
perempuan kelahiran Cikampek, 9 Maret 1944 dari pasangan H. Abdul Mugnie dan Hj. Siti Aisjah ini menempuh pendidikan menengahnya di SGA Negeri Purwakarta. Empat tahun setelah tamat dari SGA Negeri Purwakarta, tepatnya di tahun 1966, Yayah hijrah ke Bandung guna meneruskan pendidikannya di Universitas Padjajaran, Fakultas Sastra, Jurusan Bahasa dan Sastrawan, Pendiri PDS H.B. Jassin
sastra Indonesia.
Begitu lulus kuliah, Yayah langsung mengaplikasikan ilmu bahasanya di Lembaga Bahasa Nasional/LBN, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/PDK. Lembaga tersebut kemudian berganti nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, dan kini dikenal dengan nama Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Awalnya, istri dari M. Rudy Lumintaintang ini bekerja sebagai staf biasa di Bidang Bahasa Indonesia dan Daerah. Kemudian baru di tahun 1985, ia diangkat menjadi Kepala Kelompok Kerja Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di Bidang Pengembangan Bahasa Indonesia dan Daerah. Selanjutnya pada tahun 1992, ia dipercaya memangku jabatan sebagai Kepala Bidang (Penelitian) Bahasa Indonesia dan Daerah. Terakhir, ia tercatat sebagai tenaga fungsional peneliti di Pusat Bahasa dengan pangkat Ahli Peneliti Utama (A.P.U.) 

Pada 1978, Yayah dinyatakan berhak mengikuti Post Graduate Training Programme for General Austronesian Linguistics di Universitas Leiden, Belanda setelah melewati proses penataran bertahap tingkat nasional di bidang sosiolinguistik yang diadakan selama lima tahun. Nama Yayah bahkan masuk dalam daftar "Lima Peserta Terbaik". Setelah melalui tahapan tersebut, akhirnya ia berhasil meraih gelar doktor Ilmu-Ilmu Sastra (bidang Sosiolinguistik) dari Universitas Indonesia pada tahun 1990. Disertasinya berjudul "Pola Pemakaian Bahasa dalam Perkawinan Campuran Jawa-Sunda di DKI Jakarta: Kasus Karyawan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia".
Keahliannya di bidang bahasa membuat Yayah juga diberi kepercayaan untuk menulis serta menyunting buku Istana Kepresidenan Jakarta, Istana Kepresidenan Bogor berikut Pesanggrahan Tenjoresmi, Istana Kepresidenan Cipanas, Istana Kepresidenan Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)  Yogyakarta, dan Istana Kepresidenan Tampaksiring Bali di bidang seni dan budaya, Istana Negara Republik Indonesia (2003) serta menyunting naskah "Koleksi Benda Seni Istana Kepresidenan Republik Indonesia" (2004); di samping masih tetap menjadi penyuluh "Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Keprotokolan" di Departemen Dalam Negeri sejak tahun 1990.
Sepanjang karirnya, Yayah telah menghasilkan ratusan karya tulis berupa hasil penelitian, penyusunan, dan makalah yang disajikan pada berbagai pertemuan ilmiah, seperti seminar, konferensi, lokakarya, kongres, dan siaran radio/televisi. Sedikit dari ratusan karya-karya Yayah BM Lumintaintang adalah Kualitas Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah, Fenomena Alih Kode dalam Wacana Peradilan DKI Jakarta, Kendala Situasional dalam Pemakaian Bentuk Sangkal Bahasa Indonesia di Ranah Peradilan, Majas dalam Wacana Politik: Kasus Pemakaian Bahasa dalam Kampanye Pemilu 1997, dan masih banyak lagi.  Sebagai pakar di bidang sosiolinguistik, Yayah kerap menyoroti sejumlah masalah sosial yang berkembang di tengah masyarakat. Seperti pada saat ia menjadi pembicara di depan peserta lokakarya kode etik jurnalistik (KEJ) Dewan Pers dan Lembaga Pers Dr. Soetomo di Makassar. Acara yang digelar pada Agustus 2009 itu mengangkat tema Kalimat Ofensif Dalam Berita Pemicu Konflik.

okay my friends think it's all I can post today. I hope will be helpful for my friends. if there are errors in the writing that I post, I'm sorry, because I am also still learning not too in depth and see you at the next post.
byebye....... :)  




Sumber:



 










 

Selasa, 31 Mei 2016

Comments about introduction to linguistics

Helloooo guys........ :)

This time i wanna to shearch you about my comment to my friend's blog. This is a lesson in introduction to linguistics. Not onlycomments, but there is also a suggestion.
ok, come see my comments :

Jumat, 20 Mei 2016

What is Semantik ?



       Semantics adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu. Semantik Linguistik adalah studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik mencakup semantik bahasa pemrograman, logika formal, dan semiotika. sering digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk menandakan suatu masalah pemahaman yang datang ke pemilihan kata atau konotasi.
Semantik berbeda dengan sintaks, studi tentang kombinatorik unit bahasa (tanpa mengacu pada maknanya), dan pragmatik, studi tentang hubungan antara simbol-simbol bahasa, makna, dan pengguna bahasa.


Terdapat beberapa pendapat mengenai pngertian semantic, di antaranya:
1.      J. W. M. Verhaar: semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna.
2.      Abdul Chaer: semantik merupakan bidang linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa.
3.      Aminuddin: semantik
4.      berasal dari bahasa Yunani mengandung makna signify atau memaknai.
Dari definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa semantik adalah salah satu cabang studi linguistik yang membahas tentang makna.



Jenis-jenis Semantik
1.      Makna Leksikal: makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, yang sesuai dengan hasil observasi indera kita, makna apa adanya, makna yang ada di dalam kamus. Misalnya, kuda bermakna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.
2.      Makna Gramatikal: makna gramatikal terjadi apabila terdapat proses afiksasi, reduplikasi, komposisi dan kalimatisasi. Misalnya, berkuda, kata dasar kuda berawalan ber- yang bermakna mengendarai kuda.
3.      Makna Kontekstual: makna sebuah kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya: a. rambut di kepala nenek belum ada yang putih (bermakna kepala), b. sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.

.      Apa perbedaan antara “arti” (meaning) dan “makna” (sense) ?
Makna (sense) menurut Djajasudarma adalah pertautan/hubungan yang ada di antara satuan/unsur bahasa. Sedang dalam KBBI, makna berarti pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Arti(meaning) menurut Djajasudarma merupakan makna leksikal dari kata, dan cenderung terdapat dalam kamus. Menurutnya pula, arti adalah hubungan antara tanda (dapat berupa lambing bunyi ujaran) dengan hal/peristiwa/sesuatu yang dimaksudkan. Sedang menurut KBBI, arti adalah maksud yang terkandung (dalam perkataan/kalimat).

.

Mengapa kita harus belajar semantik? Apa urgensi dari semantik ?
Semantik (ilmu tentang makna) merupakan masalah pokok dalam komunikasi. Karena komunikasi menjadi faktor penting dalam sosial kemasyarakatan, maka kebutuhan untuk memahami semantik menjadi sangat penting. Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar. Chafe (dalam Aminuddin) mengungkapkan bahwa berpikir tentang bahasa sebenarnya juga melibatkan tentang makna. Aminuddin (1988) menyatakan bahwa bahasa selain menyertai kegiatan berpikir juga mengkaji dan memahami makna.
Belajar semantik memberikan kemudahan untuk memahami dunia di sekeliling kita yang penuh dengan informasi. Belajar semantik juga memberikan bekal teoritis dalam menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajari, terutama bagi para peneliti bahasa.








Reference
        Djajasudarma, T. Fatimah. 2012. Semantik 1: Makna Leksikal & Gramatikal. Bandung: Refika Aditama.
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Aminuddin. 1988. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru.